Kain
saput poleng merupakan kain khas dari Pulau Dewata yang memiliki corak persegi
dengan warna hitam-putih pada umumnya. Kain Saput Poleng ini merupakan simbol bagi
masyarakat Hindu di Bali yang digunakan oleh para pecalang, patung penjaga
pintu gerbang, dililitkan pada kulkul/kentongan, dikenakan oleh balian,
dihiaskan pada tokoh-tokoh itihasa (Merdah, Tualen, Hanoman, dan Bima),
dikenakan oleh dalang wayang kulit ketika melaksanakan pangruwatan/penyucian,
dililitkan pada pohon-pohon tertentu, atau dililitkan pada tempat suci yang
diyakini berfungsi sebagai penjaga. Pada intinya Saput Poleng digunakan sebagai
simbol penjagaan. Pembahasan ini bermula ketika kami melakukan widya wisata
bersama rombongan keluarga besar SMAN 1 Manyar khususnya siswa kelas XI di
Pulau Dewata Bali.
Kami melakukan perjalanan widya
wisata ini pada tanggal 23 – 27 April 2015. Rombongan SMAN 1 Manyar berangkat
dari Gresik pada pukul 07.00 WIB. Perjalanan kami terasa begitu menyenangkan.
Hanya saja kami merasa resah dengan supir bus kami yang mengenderai bus dengan
kecepatan penuh. Kami hanya terus berdo’a agar perjalanan kami selamat sampai
tujuan. Kami tiba di pelabuhan Ketapang pada pukul 21.00 WIB karena sebelumnya
kami juga mengunjungi sebuah universitas di Jember. Hujan pun turut serta
menemani perjalanan kami hingga kami tiba di pelabuhan Gilimanuk, Bali. Kami
tiba di pelabuhan Gilimanuk sekitar pukul 00.00 WITA. Setelah itu kami langsung
melanjutkan perjalan kami menuju ke lokasi kedua yakni Pantai Sanur. Selama
perjalan itu, kami manfaatkan untuk tidur di dalam bus. Tidak terasa waktu
menunjukkan pukul 04.30 WITA. Kami pun terbangun dan bergegas menuju ke sebuah
masjid yang lokasinya tidak jauh dari Pantai Sanur untuk melaksanakan kewajiban
kami sebagai seorang muslim.
Rasa penasaran kami muncul ketika
kami melihat kain bercorakkan hitam-putih yang berada di sekitaran jalan
setapak menuju Pantai Sanur. Kami semakin penasaran ketika kami melakukan
perjalanan ke lokasi-lokasi berikutnya dimana banyak sekali kain catur itu
dililitkan, diletakkan dan dikenakan diberbagai tempat dan diberbagai
kesempatan. Kami merasa kain itu memiliki pengaruh yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat Bali sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan dari benak kami mengenai kain “ saput poleng. “
Arti kain saput poleng dalam bahasa
Bali yakni ‘saput’ yang artinya selimut,
dan ‘poleng’ artinya belang. Sedangkan
dalam kontek adat di Bali, ‘saput’ juga bermakna busana, yang dalam bahasa Bali
halus disebut ‘wastra’. Sehingga ‘saput poleng’ diartikan sebagai ‘busana
bercorak kotak persegi warna hitam-putih yang dipergunakan secara khusus’.
Makna filosofis dari kain Saput poleng yakni sebagai refleksi dari kehidupan
kita seperti baik dan buruk yang dalam Hindu dikenal dengan istilah “RwaBhineda.”
RwaBhineda adalah dua sifat yang bertolak belakang, yakni hitam-putih,
baik-buruk, atas-bawah, suka-duka dan sebagainya.
Menurut salah satu tour guide kami, ternyata dalam tradisi Bali Bentuk saput poleng
beraneka ragam. Misalnya dari segi warna, ukurannya, hiasannya, hiasan tepinya,
bahan kainnya, dan ukuran kotak-kotaknya. Kain unik ini juga memiliki beberapa
tingkatan yaitu :
1. Saput poleng Rwabhineda memiliki
warna putih dan hitam. s
Sebagai cermin
antara baik dan juga buruk.
2. Saput poleng Sudhamala memiliki
warna putih, hitam dan abu. Abu merupakan sebagai peralihan antara warna hitam
dan juga putih. Artinya untuk menyelaraskan antara yang baik dan buruk.
3. Saput Poleng Tridatu memiliki
warna putih, hitam dan merah. warna merah merupakan simbol rajas (ke energian),
hitam ialah tamas (kemalasan) serta putih yaitu simbol satwam (kebijaksanaan
dan kebaikan).
Kain saput poleng ini sudah digunakan oleh umat Hindu sejak
jaman dahulu. Diperkirakan, kain poleng pertama yang digunakan adalah kain
poleng rwabhineda. Setelah itu barulah muncul kain poleng sudhamala dan
tri datu. Berdasarkan perkiraan, perkembangan warna ini juga mencerminkan
tingkat pemikiran manusia, yakni dari tingkat sederhana menuju perkembangan
yang lebih sempurna.
Peranan
kain saput poleng dalam kehidupan umat Hindu di Bali:
1.
Pemakaian Saput Poleng pada Pecalang
Pecalang
adalah satuan tugas (satgas) keamanan tradisional masyarakat Bali yang
mempunyai wewenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban wilayah serta upacara-upacara
adat di Bali.
Dari keterangan para informan
terungkap bahwa kain saput poleng yang
menjadi ciri khas para pecalang
ini mengandung arti bahwa seorang pecalang seharusnya selalu
memperhatikan keadaan sekitarnya, dengan tujuan agar dapat mengandalkan
keamanan sesuai tugas yang telah dibebankan kepadanya.
2. Pemakaian Saput Poleng pada
Pelinggih
Pelinggih adalah
bangunan suci yang dimiliki oleh umat Hindu, yang merupakan tempat pemujaan
Tuhan atau manifestasi-nya. Pada waktu-waktu tertentu, seperti hari yang
disucikan, umat hindu melakukan pemujaan di depan pelinggih tersebut.
Di dalam pelinggih tersebut juga disajikan
berbagai macam sajian, atribut dan kelengkapan upacara yang selalu menyertai
pelaksanaan pemujaan itu, misalnya kain dengan warna-warna tertentu seperti
warna putih, merah, kuning, hitam atau yang merupakan gabungan dari warna-warna
tersebut, kober (sejenis bendera). pajeng (payung
besar), umbul-umbul dan lain sebagainya. Setiap atribut yang digunakan
mengandung arti tersendiri sesuai dengan fungsi palinggih tersebut..
3. Pemakaian Saput Poleng pada arca
Bagi umat Hindu arca merupakan salah satu
sarana yang dipakai untuk memusatkan pikiran kepada Tuhan atau manifestasinya.
Hal ini dilakukan oleh kebanyakan bhakta (penyembah) yang tingkat kerohaniannya
masih rendah. Berbeda dengan para ghakta yang telah tinggi tingakat
kerohaniannya, mereka tidak lagi memerlukan sarana untuk memusatkan pikiran
pada pujaannya yaitu Sang Hyang Widhi (Tuhan).
Berdasarkan pengamatan dilapangan
ternyata banyak dijumpai beberapa jenis arca yang dihias dengan saput poleng.
Arca-arca tersebut diantaranya: arca dipersimpangan jalan, arca penjaga pintu
gerbang pura (dwarapala), arca diujung jembatan, arca yang dipasang diulun
pangkung (dihulu jurang) dan arca-arca ditempat lainnya.
Jadi pada intinya, pemakaian saput
poleng pada arca-arca ini menyiratkan fungsi penjagaan, yaitu untuk menjaga dua
hal yang bertentangan, seperti menjaga kesucian dari kekotoran, menjaga
kebaikan dari keburukan, termasuk menjaga kesakralan dari keprofanan.
4. Pemakaian Saput Poleng pada Pura
Saput
Poleng Di Pura Pura di Bali terdiri dari beberapa bangunan pura yang
masing-masing disebut ‘pelinggih’. Kelompok bangunan suci umat Hindu di Bali
ini, memiliki tata-letak yang khas yang terdiri dari tiga wilayah:
(1) wilayah paling dalam disebut
‘jeroan’ yang murapakan mandala utama
(2) wilayah tengah disebut
‘jaba-tengah’ yang merupakan mandala madya
(3) wilayah luar disebut ‘jabaan’
yang merupakan mandala paling luar.
DAFTAR PUSTAKA :
http://reviewkitah.blogdetik.com/2014/12/02/makna-kain-hitam-putih-di-bali/
http://trovodizy.blogspot.com/2014/05/analisis-makna-dari-simbol-simbol-dalam_9078.html
http://trovodizy.blogspot.com/2014/05/analisis-makna-dari-simbol-simbol-dalam_9078.html
http://paduarsana.com/2013/05/23/tentang-saput-poleng/
DISUSUN OLEH :
Avidhea Pratiwi S.
Nirma Dini H.
XI-IBBU
- Untuk UKK XI SMANEMA 2015