Senin, 08 Juni 2015

Kain saput poleng, kain unik khas Bali

Kain saput poleng merupakan kain khas dari Pulau Dewata yang memiliki corak persegi dengan warna hitam-putih pada umumnya. Kain Saput Poleng ini merupakan simbol bagi masyarakat Hindu di Bali yang digunakan oleh para pecalang, patung penjaga pintu gerbang, dililitkan pada kulkul/kentongan, dikenakan oleh balian, dihiaskan pada tokoh-tokoh itihasa (Merdah, Tualen, Hanoman, dan Bima), dikenakan oleh dalang wayang kulit ketika melaksanakan pangruwatan/penyucian, dililitkan pada pohon-pohon tertentu, atau dililitkan pada tempat suci yang diyakini berfungsi sebagai penjaga. Pada intinya Saput Poleng digunakan sebagai simbol penjagaan. Pembahasan ini bermula ketika kami melakukan widya wisata bersama rombongan keluarga besar SMAN 1 Manyar khususnya siswa kelas XI di Pulau Dewata Bali.

Kami melakukan perjalanan widya wisata ini pada tanggal 23 – 27 April 2015. Rombongan SMAN 1 Manyar berangkat dari Gresik pada pukul 07.00 WIB. Perjalanan kami terasa begitu menyenangkan. Hanya saja kami merasa resah dengan supir bus kami yang mengenderai bus dengan kecepatan penuh. Kami hanya terus berdo’a agar perjalanan kami selamat sampai tujuan. Kami tiba di pelabuhan Ketapang pada pukul 21.00 WIB karena sebelumnya kami juga mengunjungi sebuah universitas di Jember. Hujan pun turut serta menemani perjalanan kami hingga kami tiba di pelabuhan Gilimanuk, Bali. Kami tiba di pelabuhan Gilimanuk sekitar pukul 00.00 WITA. Setelah itu kami langsung melanjutkan perjalan kami menuju ke lokasi kedua yakni Pantai Sanur. Selama perjalan itu, kami manfaatkan untuk tidur di dalam bus. Tidak terasa waktu menunjukkan pukul 04.30 WITA. Kami pun terbangun dan bergegas menuju ke sebuah masjid yang lokasinya tidak jauh dari Pantai Sanur untuk melaksanakan kewajiban kami sebagai seorang muslim.
Rasa penasaran kami muncul ketika kami melihat kain bercorakkan hitam-putih yang berada di sekitaran jalan setapak menuju Pantai Sanur. Kami semakin penasaran ketika kami melakukan perjalanan ke lokasi-lokasi berikutnya dimana banyak sekali kain catur itu dililitkan, diletakkan dan dikenakan diberbagai tempat dan diberbagai kesempatan. Kami merasa kain itu memiliki pengaruh yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Bali sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan  dari benak kami mengenai  kain “ saput poleng. “
Arti kain saput poleng dalam bahasa Bali yakni  ‘saput’ yang artinya selimut, dan ‘poleng’ artinya belang.  Sedangkan dalam kontek adat di Bali, ‘saput’ juga bermakna busana, yang dalam bahasa Bali halus disebut ‘wastra’.  Sehingga ‘saput poleng’ diartikan sebagai ‘busana bercorak kotak persegi warna hitam-putih yang dipergunakan secara khusus’. Makna filosofis dari kain Saput poleng yakni sebagai refleksi dari kehidupan kita seperti baik dan buruk  yang dalam Hindu dikenal dengan istilah “RwaBhineda.” RwaBhineda adalah dua sifat yang bertolak belakang, yakni hitam-putih, baik-buruk, atas-bawah, suka-duka dan sebagainya.
Menurut salah satu tour guide kami, ternyata dalam tradisi Bali Bentuk saput poleng beraneka ragam. Misalnya dari segi warna, ukurannya, hiasannya, hiasan tepinya, bahan kainnya, dan ukuran kotak-kotaknya. Kain unik ini juga memiliki beberapa tingkatan yaitu :

1. Saput poleng Rwabhineda memiliki warna putih dan hitam. s
Sebagai cermin antara baik dan juga buruk.

2. Saput poleng Sudhamala memiliki warna putih, hitam dan abu. Abu merupakan sebagai peralihan antara warna hitam dan juga putih. Artinya untuk menyelaraskan antara yang baik dan buruk.

3. Saput Poleng Tridatu memiliki warna putih, hitam dan merah. warna merah merupakan simbol rajas (ke energian), hitam ialah tamas (kemalasan) serta putih yaitu simbol satwam (kebijaksanaan dan kebaikan).

Kain saput poleng ini sudah digunakan oleh umat Hindu sejak jaman dahulu. Diperkirakan, kain poleng pertama yang digunakan adalah kain poleng rwabhineda. Setelah itu barulah muncul kain poleng sudhamala dan tri datu. Berdasarkan perkiraan, perkembangan warna ini juga mencerminkan tingkat pemikiran manusia, yakni dari tingkat sederhana menuju perkembangan yang lebih sempurna.

Peranan kain saput poleng dalam kehidupan umat Hindu di Bali:

1.       Pemakaian Saput Poleng pada Pecalang
Pecalang adalah satuan tugas (satgas) keamanan tradisional masyarakat Bali yang mempunyai wewenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban wilayah serta upacara-upacara adat di Bali.
Dari keterangan para informan terungkap bahwa kain saput poleng yang menjadi ciri khas para pecalang ini mengandung arti bahwa seorang pecalang seharusnya selalu memperhatikan keadaan sekitarnya, dengan tujuan agar dapat mengandalkan keamanan sesuai tugas yang telah dibebankan kepadanya. 
2.       Pemakaian Saput Poleng pada Pelinggih
Pelinggih adalah bangunan suci yang dimiliki oleh umat Hindu, yang merupakan tempat pemujaan Tuhan atau manifestasi-nya. Pada waktu-waktu tertentu, seperti hari yang disucikan, umat hindu melakukan pemujaan di depan pelinggih  tersebut. Di dalam pelinggih tersebut juga disajikan berbagai macam sajian, atribut dan kelengkapan upacara yang selalu menyertai pelaksanaan pemujaan itu, misalnya kain dengan warna-warna tertentu seperti warna putih, merah, kuning, hitam atau yang merupakan gabungan dari warna-warna tersebut, kober (sejenis bendera). pajeng (payung besar), umbul-umbul dan lain sebagainya. Setiap atribut yang digunakan mengandung arti tersendiri sesuai dengan fungsi palinggih tersebut..
3.       Pemakaian Saput Poleng pada arca
 Bagi umat Hindu arca merupakan salah satu sarana yang dipakai untuk memusatkan pikiran kepada Tuhan atau manifestasinya. Hal ini dilakukan oleh kebanyakan bhakta (penyembah) yang tingkat kerohaniannya masih rendah. Berbeda dengan para ghakta yang telah tinggi tingakat kerohaniannya, mereka tidak lagi memerlukan sarana untuk memusatkan pikiran pada pujaannya yaitu Sang Hyang Widhi (Tuhan).
Berdasarkan pengamatan dilapangan ternyata banyak dijumpai beberapa jenis arca yang dihias dengan saput poleng. Arca-arca tersebut diantaranya: arca dipersimpangan jalan, arca penjaga pintu gerbang pura (dwarapala), arca diujung jembatan, arca yang dipasang diulun pangkung (dihulu jurang) dan arca-arca ditempat lainnya.
Jadi pada intinya, pemakaian saput poleng pada arca-arca ini menyiratkan fungsi penjagaan, yaitu untuk menjaga dua hal yang bertentangan, seperti menjaga kesucian dari kekotoran, menjaga kebaikan dari keburukan, termasuk menjaga kesakralan dari  keprofanan.
4.      Pemakaian Saput Poleng pada Pura
Saput Poleng Di Pura Pura di Bali terdiri dari beberapa bangunan pura yang masing-masing disebut ‘pelinggih’. Kelompok bangunan suci umat Hindu di Bali ini, memiliki tata-letak yang khas yang terdiri dari tiga wilayah:
(1) wilayah paling dalam disebut ‘jeroan’ yang murapakan mandala utama
(2) wilayah tengah disebut ‘jaba-tengah’ yang merupakan mandala madya

(3) wilayah luar disebut ‘jabaan’ yang merupakan mandala paling luar.

DAFTAR PUSTAKA :

http://reviewkitah.blogdetik.com/2014/12/02/makna-kain-hitam-putih-di-bali/
http://trovodizy.blogspot.com/2014/05/analisis-makna-dari-simbol-simbol-dalam_9078.html
http://paduarsana.com/2013/05/23/tentang-saput-poleng/

DISUSUN OLEH :
Avidhea Pratiwi S.
Nirma Dini H.
XI-IBBU
- Untuk UKK XI SMANEMA 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar